PERAN DISTRIK NAVIGASI DALAM KESELAMATAN PELAYARAN

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang membentang dari Sabang sampai Meraoke dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km serta luas wilayah laut sekitar 5,9 juta Km². Sebagai negara kepulauan berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan Negara Kepulauan (Archipelago State) oleh konfrensi PBB yang diakui oleh dunia Internasional maka lndonesia mempunyai kedaulatan atas keseluruhan wilayah laut lndonesia. Indonesia terletak pada posisi silang yang sangat strategis di antara Benua Asia dan Benua Australia. Peranan laut sangat penting sebagai pemersatu bangsa serta wilayah lndonesia dan konsekwensinya Pemerintah berkewajiban atas penyelenggaraan pemerintahan dibidang penegakan hukum baik terhadap ancaman pelanggaran terhadap pemanfaatan perairan serta menjaga dan menciptakan keselamatan dan keamanan pelayaran.

Indonesia merupakan penghasil berbagai industri maritim seperti industri perikanan, wisata bahari, industri perkapalan dan jasa docking, jasa pelabuhan maupun sumberdaya mineral dan energy, disamping itu Indonesia juga memiliki sumberdaya alam hayati sangat beragam seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan, terumbu karang dan taman wisata bawah laut, serta sumberdaya alam non hayati seperti mineral dan tambang serta harta karun dan kerangka kapal beserta barang bawaan yang terkubur didalamnya, maka keberaadaannya harus di pelihara dan dijaga kelestariannya.

Laut sebagai jalur komunikasi (sea lane on communication) diartikan bahwa pemanfaatan laut untuk kepentingan lalu-lintas pelayaran antar pulau, antar negara maupun antar benua baik untuk angkutan penumpang maupun barang, maka perlu di tentukan alur perlintasan laut kepulauan Indonesia bagi kepentingan pelayaran lokal maupun internasional serta fasilitas keselamatan pelayaran seperti Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran, Kapal Negara Kenavigasian, Bengkel Kenavigasian, Survey Hidrografi untuk menentukan alur pelayaran yang amam serta infrastruktur lainnya. Pengaturan alur lalu-lintas dan perambuannya guna kelancaran dan keselamatan pelayaran merupakan tanggung jawab pemerintah dan kita bersama sebagai penguasa, pengelola, serta pengguna atas Laut. Untuk itu maka perlu ditetapkan fungsi wilayah perairan guna pemanfaatan sumberdaya alam agar tidak saling menggangu antar kegiatan pengelolaan laut yang dapat menimbulkan dampak lingkungan khususnya kecelakaan terhadap transportasi laut dengan menetapkan alur dan pelintasan melalui pelaksanaan penandaan terhadap bahaya kenavigasian serta pemutakhiran kondisi perairan melalui kegiatan survey hidrografi dan kemudian diumumkan ke dunia pelayaran.

WILAYAH PERAIRAN DI INDONESIA

Deklarasi Juanda menekankan bahwa lndonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan kesatuan wilayah darat, laut termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta udara diatasnya maupun seluruh kekayaannya merupakan suatu kesatuan wilayah lndonesia. Berdasarkan konvensi PBB tentang hukum laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menempatkan hak dan kewajiban negara dalam memanfaatkan laut sesuai dengan status hukum bagian laut yang berbeda. Dalam mengelola potensi laut ada beberapa jenis laut yang dibedakan atas derajat dan tingkat kewenangan pemerintah lndonesia terhadap laut-laut tersebut dan perlu mendapat perhatian serta dikelola baik oleh pemerintah lndonesia maupun bersama negara tetangga.

Batas maritim lndonesia ditetapkan melalui kebijakan nasional, bilateral, regional, serta lnternasional namun dalam konteks bilateral dan regional masih banyak garis batas yang belum ditetapkan khususnya yang berkaitan dengan berbagai kawasan laut. Melalui PP Nomor 38 Tahun 2002 tentang penetapan 183 garis pangkal bagi perairan dengan batas laut wilayah 12 mil dari garis pangkal tersebut. Walaupun Indonesia belum menetapkan zona tambahan di luar 12 mil laut wilayah namun telah mengumumkan dan mengundangkan ZEE seluas 200 mil dari garis pangkal. Untuk negara kepulauan (Archipelago State) maka penetapan titik dasar (base point) dihitung dari pulau-pulau terluar ataupun karang yang tenggelam sewaktu air pasang (low tide elevation) yang diberi penandaan dengan SB. Secara lnternasional lndonesia telah berhasil menetapkan selat Malaka yang dapat digunakan sebagai alur lnternasional dan sumbu dari 3 (tiga) alur laut kepulauan lndonesia (ALKI) melintasi perairan nusantara dan laut teritorial serta penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) di selat Malaka melalui konsultasi yang intensif dengan negara-negara maritim dan konvensi organisasi maritim lnternasional.

MAKSUD DAN TUJUAN

Keamanan dan Keselamatan Pelayaran merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kelancaran transportasi laut dan mencegah terjadinya kecelakaan dimana penetapan alur pelayaran dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran melalui pemberian koridor bagi kapal-kapal berlayar melintasi perairan yang diikuti dengan penandaan bagi bahaya kenavigasian. Penyelenggaraan alur pelayaran yang meliputi kegiatan program, penataan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya ditujukan untuk mampu memberikan pelayanan dan arahan kepada para pihak pengguna jasa transportasi laut untuk memperhatikan kapasitas dan kemampuan alur dikaitkan dengan bobot kapal yang akan melalui alur tersebut agar dapat berlayar dengan aman, lancar dan nyaman.

Pengaturan pemanfaatan perairan bagi transportasi dimaksudkan untuk menetapkan alur pelayaran yang ada di laut, sungai, danau serta melakukan survey hidrografi guna pemutakhiran data kondisi perairan untuk kepentingan keselamatan berlayar. Tujun penjelasan tentang keselamatan pelayaran disamping menegaskan konsekwensi untuk menindak lanjuti hasil konvensi IMO terhadap Pemerintah tentang keselamatan pelayaran sekaligus mensosialisaikan tentang tugas dan peran Direktorat Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dimaksudkan juga untuk memberikan masukan bagi upaya mencari solusi kedepan yang diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang timbul.

Keselamatan maritim merupakan suatu keadaan yang menjamin keselamatan berbagai kegiatan dilaut termasuk kegiatan pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam dan hayati serta pelestarian lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan tata kelautan dan penegakkan hukum dilaut dalam menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban dan perlindungan lingkungan laut agar tetap bersih dan lestari guna menunjang kelancaran lalu lintas pelayaran. Konsep kriteria dan pengaturan di bidang kelautan mempunyai implikasi yang luas dan harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang laut Nasional.

PEMANFAATAN PERAIRAN

Kedaulatan negara atas laut dapat diartikan sebagai hak bagi negara untuk melakukan penguasaan dan pengelolaan atas laut guna dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Effektivitas kedaulatan negara di laut sangat tergantung kepada kemampuan dan kapasitas pemerintah dalam pemeliharaan dan pemanfaatan sumberdaya alam khususnya di laut untuk selanjutnya mendukung aplikasi peran seluruh komponen bangsa dalam pengelolaan laut.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia menetapkan bahwa kepulauan dan perairan lndonesia menjadi satu kesatuan sedangkan laut yang menghubungkan antar pulau yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan kedaulatan Negara RI mencakup perairan Indonesia, ruang udara diatasnya, dasar laut dan tanah dibawahnya beserta sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya serta lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur dari garis pangkal menuju luar.

Posisi geografi lndonesia yang berada dipersilangan jalur transportasi dunia yang penting, memberikan kedudukan dan peranan strategis bagi bangsa lndonesia dalam hubungan antar bangsa. Kondisi geografi ini mensyaratkan semakin diintensifkannya peranan Perhubungan Laut dalam penyelenggaraan transportasi dan komunikasi disamping untuk menjamin terwujudnya kesatuan dan keutuhan yang kokoh bagi seluruh bangsa dan wilayah Republik lndonesia. Penegakan kedaulatan di laut ditujukan untuk membela negara secara nyata. Penegakan hukum merupakan upaya penegakan undang-undang serta peraturan-peraturan yang menjadi instrumen pengaturan mengenai wilayah kedaulatan negara, penggunaan laut sebagai sarana perhubungan laut, udara dan komunikasi serta mengatur tata tertib pemanfaatan sumberdaya di laut maupun lingkungan hidup dan ekosistemnya.

PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI

Wilayah laut dan pesisir merupakan kawasan strategis untuk berbagai aktivitas serta mempunyai karakteristik dan masalah yang unik dan kompleks yang ditandai dengan keberadaan berbagai pengguna jasa melakukan aktivitas dalam memanfaatkan sumberdaya alam menurut cara pandang yang berbeda. Keanekaragaman aktivitas yang menghasilkan berbagai produktivitas sumber daya alam menjadi daya tarik bagi pengguna jasa untuk melakukan pengelolaan dengan memanfaatkan kemudahan dalam pengelolaannya. Kegiatan ini dapat menimbulkan berbagai pemusatan pembangunan dan pengelolaan di wilayah tertentu yang memiliki skala dan intensitas yang tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah meningkat dan untuk mendukung aneka kegiatan angkutan lalu-lintas laut maka perlu di alokasikan kawasan tertentu guna difungsikan sebagai alur pelayaran yang terbebas dari segala aktivitas kelautan.

Dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan berlayar di perairan atupun di alur pelayaran guna menghindari kecelakaan maka dapat diartikan juga bahwa kapal di dalam melakukan pelayaran sekaligus menjaga kelestarian lingkungan alur pelayaran sehingga dapat menghindari terjadinya konflik dalam pemanfaatan wilayah perairan.Setiap kapal yang berlayar di wilayah alur pelayaran ataupun pelabuhan harus dilakukan dengan kecepatan aman serta disesuaikan dengan kondisi perairan dan dibawah pengawasan Adpel. Hal ini dimaksudkan agar lalu-lintas angkutan laut berlangsung aman dan mampu menjaga kondisi perairan serta dapat merangsang pembangunan yang berbasis pemberdayaan dan kekuatan lokal.

Dalam melakukan berbagai kegiatan di laut dan pesisir diterapkan berbagai peraturan perundangan-undangan di bidang kemaritiman Nasional dan lnternasional seperti hasil konvensi produk lnternasional United Nation, International Maritime Organization dan lain sebagainya. Penerbitan peraturan lalu-lintas kapal dimaksudkan agar setiap kapal yang berlayar di perairan bebas dan menyusuri alur khususnya alur yang sempit ataupun berada di perairan pelabuhan akan selalu berhati-hati terhadap bahaya tubrukan. Artinya bahwa kapal akan melakukan gerakan disesuaikan dengan kondisi perairan sehingga tidak menimbulkan dampak baik terhadap bahaya kecelakaan maupun lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan diterbitkan badan dunia guna mencegah tubrukan di laut dalam rangka mempertahankan tingkat tinggi keselamatan di laut.

PERAN PERHUBUNGAN LAUT DALAM KESELAMATAN PELAYARAN

Mengaktifkan sebuah institusi secara menyeluruh yang dikaitkan dengan tugas dan fungsi Kenavigasian sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran bukanlah hal yang mudah bahkan tak semudah yang digambarkan ataupun direncanakan diatas kertas. Hal inilah yang dirasakan oleh Direktorat Kenavigasian yang sejak awal sudah menyadari beratnya tanggung jawab dan harapan yang diamanatkan oleh ketentuan undang-undang ataupun kewajiban dari mandatori dari hasil konvensi peraturan lnternasional serta rumitnya masalah bahkan konflik yang dihadapi dilapangan.

Dukungan masyarakat terhadap keselamatan pelayaran dan fasilitasnya tidak datang dengan sendirinya namun kebutuhan dan kepercayaan masyarakat akan keselamatan pelayaran serta sosialisasi lebih berperan. Sesuai dengan PP Nomor 81 tahun 2000 tentang Kenavigasian dimana Direktorat Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang berperan dan bertanggung jawab terhadap fungsi keselamatan pelayaran belum dikenal ataupun diakui berbagai pihak baik instansi Pemerintah maupun masyarakat pengguna jasa namun untuk manfaatnya sudah dirasakan.

Persoalannya kepercayaan publik kepada institusi itulah yang tidak ada selama ini. Masyarakat hanya mengeluh dan melakukan kritik tentang adanya fasilitas keselamatan pelayaran yang tidak optimal serta janji-janji pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan bila dalam kerusakan. Yang diperlukan masyarakat adalah hasil dan bukti pelaksanaan dan juga banyak masyarakat belum mendukung langkah-langkah yang dilakukan (SBNP hilang) namun pengelolaan keselamatan pelayaran tidak boleh berhenti. Sepanjang laporan masyarakat masih ada yang berarti keberadaan fasilitas masih dibutuhkan dan sangat mengganggu apabila tidak berfungsi. Bahkan hingga saat ini setelah banyak langkah yang telah ditempuh masih terus saja ada pihak yang mengecam kinerja Direktorat Kenavigasian diantaranya tidak berfungsinya SBNP hingga terjadinya kapal tubrukan ataupun kandas.

Menurut tugas pokok dan fungsi Direktorat Kenavigasian maka langkah yang dilaksanakan baru sebagian antara lain kegiatan penyelenggaraan SBNP dan Telkompel dari tugas Kenavigasian (sesuai UU no 17). Apabila ditemukan berbagai kendala maka perlu diambil langkah-langkah maksimum guna mengatasinya namun sepanjang tidak didasari pertimbangan objektif perlu diambil langkah darurat.

Melaksanakan fungsi keselamatan pelayaran bukan hal yang mudah yang harus diikuti oleh semua instansi dan ditunjang dana yang cukup serta kesadaran semua pihak termasuk masyarakat pengguna serta pesisir dan kelautan. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah membangun menejemen dan aturannya, mendorong pemerintah melakukan terobosan atau reformasi, mewujudkan fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran serta membangun kepercayaan ataupun kesadaran masyarakat dan memacu pembentukan payung aturan. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan sehingga perlu segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan prasarananya.


FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI KESELAMATAN PELAYARAN

Guna mendapatkan perairan yang aman perlu dipersiapkan fasilitas prasarana dan sarana yang sesuai dengan rencana dan persyaratan kapal yang melalui wilayah perairan tersebut seperti panjang dan dimensi alur, banyak tikungan, kondisi alam dan teknis perairan, bahaya navigasi dan cuaca serta sistem perambuan.

Dalam menghadapi iklim teknologi dan era informasi komunikasi Navigasi khususnya dibidang pelayaran maka penyelenggaraan Kenavigasian perlu ditingkatkan kapasitas dan kemampuan melalui pemanfaatan teknologi satelit dengan penyediaan sistem informasi navigasi yang memenuhi standard tertinggi guna memastikan ketelitian ataupun peningkatan akurasi posisi dalam wilayah tertentu. System tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas yang segera dapat menentukan posisi kapal di seluruh dunia serta kapabilitas waktu dan kecepatan untuk pemakaian multi-moda transportasi.

Melalui penerapan strategi implementasi ketetapan IMO serta dukungan IALA terhadap pengembangan sarana bantu navigasi di sektor maritim maka penggunaan teknologi dan informasi diantaranya dilakukan melalui penyediaan sistem radionavigasi satelit. Dengan kebijakan dan pemanfaatan teknologi tersebut diharapkan tingkat keselamatan dan keamanan pelayaran akan lebih baik oleh karena telah melalui proses penggunaan penentu posisi tiga dimensi dan sistem penentu kecepatan dan waktu.

KENAVIGASIAN

Berdasarkan UU 17 tahun 2008 tentang pelayaran menyebutkan bahwa Kenavigasian adalah kegiatan yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran (Telkompel), Hidrografi dan meteorologi, Alur dan Pelintasan, Bangunan atau lnstalasi, Pemanduan, penanganan kerangka kapal dan Salvage, dan atau Pekerjaan Bawah Air (PBA) untuk kepentingan Keselamatan Pelayaran. Untuk kepentingan keselamatan berlayar dan kelancaran lalu-lintas kapal pada daerah yang terdapat bahaya navigasi ataupun kegiatan di perairan yang dapat membahayakan keselamatan berlayar harus ditetapkan zona keselamatan dengan diberi penandaan berupa SBNP sesuai ketentuan yang berlaku serta disiarkan melalui stasiun radio pantai (SROP) maupun Berita Pelaut lndonesia. Disamping itu perlu diinformasikan mengenai kondisi perairan dan cuaca seperti adanya badai yang mengakibatkan timbulnya gelombang tinggi maupun arus yang tinggi dan perubahannya.

Penyiaran berita disampaikan disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai (SROP) dan/atau stasiun bumi pantai dalam jaringan telekomunikasi pelayaran sesuai urutan prioritasnya dan wajib memenuhi ketentuan penyiaran berita antara lain berita marabahaya, meteorologi dan siaran tanda waktu sandar bagi kapal yang berlayar di perairan lndonesia.Pemasangan SBNP yaitu sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami yang berada diluar kapal dan berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan pelayaran dilakukan guna memberi petunjuk terhadap zona terlarang yang tidak boleh dimasuki oleh setiap kapal yang melewati daerah tersebut.

Pembangunan Telekomunikasi Pelayaran dimaksudkan agar setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio ataupun sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran segera disampaikan kepada pihak atau pemerintah yang terkait.

Guna ketertiban perairan serta keamanan dan keselamatan navigasi maka setiap perencanaan kegiatan kelautan harus dikoordinasikan dengan Direktorat Kenavigasian agar tidak terjadi tumpang tindih penempatan ataupun pembangunan fasilitas kelautan yang dapat mengganggu kelancaran aktivitas pelayaran. Oleh karenanya penyelenggaraan Kenavigasian perlu ditetapkan:

Penyelenggaraan Kenavigasian dilakukan guna mengatasi terjadinya kecelakaan ataupun tingginya waktu tunggu kapal melalui penyesuaian fasilitas pengembangan fasilitas pelabuhan serta keselamatan pelayaran dan fasilitas alur pelayaran terhadap peningkatan kepadatan traffik.

SBNP merupakan fasilitas keselamatan pelayaran yang meyakinkan kapal untuk berlayar dengan selamat, effisien, menentukan posisi kapal, mengetahui arah kapal yang tepat dan mengetahui posisi bahaya di bawah permukaan laut dalam wilayah perairan laut yang luas. Fasilitas SBNP tidak hanya digunakan untuk transportasi laut namun juga digunakan untuk pembangunan kelautan dan nelayan. SBNP diperlukan sebagai tanda bagi para navigator yang dipergunakan sejak adanya pelayaran menyeberang laut dan menyusur pantai dalam rangka melakukan kegiatan niaga ataupun perang.

Pada awalnya tanda visual diwujudkan berupa nyala api diatas bukit yang tinggi untuk malam hari sedangkan siang hari berupa asap yang mengepul. Dengan berkembangnya teknologi dan informasi maka akan digunakan berbagai sumber cahaya SBNP antara lain jaringan PLN, generator (mensu) ataupun solar cell dan untuk dapat dilakukan pemantauan dan pengendalian dari jarak jauh diarahkan kepada otomatisasi guna effisiensi.


ALUR DAN PERLINTASAN

Penentuan alur pelayaran ditinjau dari aspek keamanan bernavigasi dimaksudkan agar alur terhindar atau bebas dari gosong ataupun karang yang tenggelam sewaktu air pasang (low elevation tide), dangkalan ataupun karang tumbuh, pulau-pulau kecil. Disamping itu selat yang terlalu sempit, perairan yang mempunyai arus atau ombak yang menyulitkan olah gerak kapal serta halangan navigasi lainnya. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang kepada dunia maritim.

Mengingat posisi lndonesia yang merupakan persilangan antara dua wilayah yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan juga benua Asia dengan Australia maka kehadiran kapal asing dalam rangka memperpendek jarak pelayarannya dan ini merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Dengan tetap mengutamakan kepentingan Nasional pemerintah tetap memberikan kelonggaran tertentu bagi perlintasan kapal-kapal asing di perairan lndonesia dengan menentukan alur laut kepulauan lndonesia (ALKI – PP 37 tahun 2002) dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan bangsa lain untuk yang akan dipergunakan sebagai perlintasan pelayaran lnternasional.

Penetapan ALKI tersebut dilakukan dengan memperhatikan keselamatan berlayar, pertahanan dan keamanan, jaringan kabel dan pipa dasar laut, tata ruang kelautan, eksplorasi dan eksploitasi serta konservasi sumberdaya alam, rute yang biasa digunakan pelayaran lnternasional dan rekomendasi organisasi lnternasional yang berwenang.

Dengan ditentukannya alur pelayaran tersebut yang diikuti persyaratan berjalan terus tanpa henti, langsung dan secepatnya dimaksudkan juga untuk mempermudah pengawasan terhadap keberadaan kapal asing selama berada di wilayah lndonesia serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (limbah kapal) ataupun bahaya penyalahgunaan oleh negara pengguna alur yang dapat mengganggu kestabilan negara. Masalahnya alur pelayaran hanya tergambar di peta laut dan pemberian beberapa SBNP sebagai tanda alur dimana masyarakat masih awam terhadap pengertian dan penggunaan SBNP tersebut. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat maritim tentang keberadaan alur tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatan perairan seperti kegiatan nelayan ataupun off shore di alur yang dapat menimbulkan kecelakaan bagi kapal yang berlayar.

POLA PENENTUAN ALUR PERLINTASAN

Tujuan penetapan alur adalah untuk memperoleh alur pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran berlayar serta effisien dalam penyelenggraannya.Kawasan alur pelayaran ditetapkan oleh batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran.

Penentuan dan pengaturan alur pelayaran di laut, sungai, danau serta penyelenggaraannya dan juga pengaturan sistem rute dan tata cara berlalu lintas perlu diprogramkan guna kelancaran dan keselamatan berlayar. Disamping itu pengaturan terhadap bangunan atau instalasi dan gelaran kabel atau pipa bawah air di perairan khususnya di alur pelayaran.


Dari aspek keselamatan dan strategis perairan maka pada beberapa lokasi perlu dilengkapi dengan fasilitas Vessel Traffic lnformation System (VTIS) ataupun Radar Beacon (RACON) sebagai persyaratan. Dengan dipenuhinya semua persyaratan alur pelayaran kemudian ditetapkan oleh Menteri dan disiarkan ke dunia maritim melalui lnternational Maritime Organisation (IMO).
Mengacu kepada konvensi IMO pada Mei 1998 telah mengadopsi standard penggunaan suatu sistem pelaporan kapa-kapal di laut kepada operator di darat pemantau lalu-lintas (Automatic Identifikasi System-AIS) untuk memantau keselamatan pelayaran seperti menghindari tubrukan di laut. Peralatan ini dihubungkan VTIS (Vessel traffic Information System) untuk mengetahui nama, posisi, kecepatan dan haluan kapal yang kemudian informasi ini dimasukkan dalam system AIS dan dipantau terus-menerus

BANGUNAN DAN INSTANSI

Bangunan dan instalasi adalah instalasi yang berada pada suatu lokasi di perairan Indonesia baik yang kelihatan di permukaan maupun bawah air dalam jangka waktu sementara atau selamanya dapat membahayakan pelayaran. Pada area lokasi bangunan dan instalasi perlu ditetapkan daerah terlarang maupun daerah aman melalui penempatan SBNP, dipetakan dan diumumkan ke dunia pelayaran.

Dengan tumbuh dan berkembangnya bangunan lepas pantai (offshore) dan semakin meningkatnya kegiatan lalu-lintas pelayaran di perairan Indonesia perlu dilakukan pengaturan mengenai penyelenggaraan SBNP dalam rangka membantu keamanan dan keselamatan berlayar. Tugas pengendalian dan pengawasan bangunan lepas pantai dilakukan oleh BP Migas dan Ditjen Migas Departemen Energi dan Sumberdaya Energi dan Mineral sedangkan terhadap pengawasan SBNP dilakukan oleh DJPL Association of Lighthouse Authorities (IALA) yang telah menetapkan “Recommendation for the making of Offshore Structure” dan Indonesia sebagai salah satu negara anggota IALA menganggap perlu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan “Recommendation for the making of Offshore Structure”

Pasca operasi adalah masa dimana instalasi minyak dan gas bumi dinyatakan tidak lagi operasi atau bermanfaat untuk keperluan produksi dan hal ini akan berdampak terhadap kegiatan pemanfaatan laut lainnya apabila tidak segera dikendalikan yakni melakukan pembongkaran instalasi atau program decomunisioning sesuai ketentuan yang berlaku dan kewajiban yang telah diatur dalam kontrak kerja sama Technical Assistance Contract (TAC).

PEMANDUAN

Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal dan kerugian lain dalam pelayaran adalah dengan melaksanakan jasa pemanduan. Karena pandu dianggap seorang navigator yang sangat mengetahui kondisi dan sifat perairan setempat disamping keahliannya untuk mengendalikan kapal melalui saran atau komando perintahnya kepada nakhoda sehingga kapal dapat melayari suatu perairan dengan selamat.

Perairan pandu dialokasikan untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan ketertiban maupun kelancaran lalu-lintas kapal pada wilayah perairan tertentu. Faktor yang mempengaruhi penetapan perairan tertentu menjadi perairan pandu antara lain :


POLA PENGELOLAAN ALUR PELAYARAN

Pada dasarnya pengelolaan alur dilakukan guna mendukung kelancaran lalu- lintas laut dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran serta aspek lingkungan dimana setiap tahunnya terjadi peningkatan aktivitas traffik sesuai dengan peningkatan kebutuhan akan angkutan laut.

Dampak belum terlaksananya pengelolaan alur pelayaran antara lain terjadinya kecelakaan dan kandasnya kapal di beberapa alur pelayaran yang disebabkan tidak terpantaunya peningkatan kepadatan traffik dan kondisi fisik perairan (perubahan kondisi perairan dan perilaku gerakan air laut dan cuaca). Disamping itu adanya beberapa aktivitas di perairan seperti bangunan ataupun instalasi dan gelaran kabel ataupun pipa yang tidak tertata dan juga perilaku nelayan di dalam melakukan aktivitasnya yang dapat mengganggu kelancaran lalu-lintas kapal.
Dalam rangka memenuhi kewajiban ketentuan Internasional dalam menjamin keamanan, ketertiban di wilayah laut dan keselamatan pelayaran di perairan Indonesia maka dikeluarkan kebijakan tentang peruntukkan wilayah laut Indonesia beserta pengawasannya yang antara lain berupa : penentuan batas negara, penentuan alur pelayaran, penetapan batas-batas alur pelayaran, penetapan kawasan khusus antara lain kawasan wisata, pengeboran minyak, pipa/kabel bawah laut ataupun pelabuhan. Penetapan peruntukan wilayah laut harus diikuti dengan kesiapan pemberian petunjuk dan pengenalan wilayah laut tersebut dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) serta dituangkan pada peta laut. Fungsi SBNP adalah sebagai penentu posisi kapal dan menunjukan wilayah yang aman bagi kapal yang berlayar dan juga tanda perbatasan negara serta pemberitahuan tentang adanya bahaya dan rintangan kenavigasian.

KONDISI TRAFFIK

Perkembangan perekonomian selalu diikuti oleh peningkatan traffik serta perkembangan teknologi kapal dan informasi sehingga hal ini menjadi tantangan bagi penyelenggaraan alur pelayaran. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi hampir di semua wilayah perlu dicermati terhadap peningkatan lalu-lintas angkutan laut dan kebutuhan akan alur pelayaran antara lain selat Malaka atau alur pelabuhan Surabaya yang menunjukkan peningkatan jumlah traffik dan jenis kapal yang signifikan sehingga perlu mendapat perhatian bagi pengelola alur.
Beberapa kasus kecelakaan kapal baik tubrukan ataupun kandas kapal menunjukkan adanya kelemahan pada alur pelayaran beserta fasilitasnya sehingga perlu dilakukan penelitian penyebabnya.

Seperti data traffik alur pelabuhan Surabaya yang menunjukkan bahwa jumlah kunjungan kapal petikemas lnternasional cenderung menurun namun sebaliknya total GRT kapal cenderung meningkat yang berarti dimensi kapal yang berkunjungan makin besar. namun untuk jenis pelayaran lainnya cenderung stabil.

Berbeda dengan data traffik selat Malaka yang menunjukkan jumlah traffik dan dimensi kapal yang melintasi selat Malaka cenderung meningkat. Selat Malaka dilalui oleh sekitar 300 unit kapal setiap bulannya termasuk diantaranya kapal super tangker minyak dan gas alam cair (VLCC) serta super container dengan kapasiatas hingga 5 juta ton. Jalur transportasi strategis tersebut disamping memberikan manfaat secara ekonomi juga mengandung resiko terhadap bahaya kerugian dari aspek keselamatan maupun ekologi. Perhitungan terhadap biaya pemeliharaan alur pelayaran baik dari aspek perairan maupun perawatan fasilitas SBNP belum ada kritarianya yang dapat dijadikan pedoman dalam mentukan klaim kerugian. Pedoman tersebut merupakan dokumen yang memuat petunjuk praktis untuk antisipasi terjadinya kerusakan dan perawatan serta pemeliharaan SBNP mulai dari traffik, identifikasi kerusakan, rahabilitasi serta melakukan klaim.


POLA PENGEMBANGAN ALUR PELAYARAN

Alur pelayaran merupakan salah satu infrastruktur transportasi laut yang memanfaatkan sumberdaya kelautan dimana keberadaannya diakui dan kawasannya dibebaskankan dari aktivitas kelautan lainnya. Pada dasarnya tujuan untuk menetapkan alur adalah untuk memperoleh alur pelayaran yang ideal dan dapat memenuhi aspek keamanan, keselamatan dan kelancaran berlayar serta effisien dalam penyelenggraannya. Kawasan alur pelayaran ditetapkan oleh batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran. Masalah yang mendasar dalam penetapan alur pelayaran adalah penentuan kawasan alur yang kurang mempertimbangkan berbagai aspek teknis dan ekonomis serta keterpaduan aktivitas kelautan sehingga fungsi alur sebagai jalur transportasi menjadi terganggu sehingga belum menjamin untuk keselamatan berlayar serta effisien dalam melayarinya.

Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan potensi laut menimbulkan keanekaragaman aktivitas di perairan (laut dan pesisir) yang menghasilkan produktivitas sumberdaya alam dengan memanfaatkan berbagai kemudahan dalam pengelolaannya akan menimbulkan pemusatan pembangunan dan pengelolaan di wilayah tertentu yang memiliki skala dan intensitas yang tinggi. Oleh karenanya penetapan alur apabila dilihat dari aspek keselamatan adalah bertujuan untuk memperoleh jalur pelayaran kapal yang ideal dan dapat memenuhi perlindungan terhadap berbagai kepentingan aktivitas pengelolaan di laut. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah menimbulkan peningkatan jumlah kunjungan kapal dan dimensi kapal oleh karenanya fasilitas alur pelayaran dan fasilitas sarana bantu navigasi pelayaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan serta peningkatan teknologi perkapalan.

Guna memenuhi kepentingan keselamatan pelayaran perlu ditetapkan alur laut dan perlintasan yang keberadaanya diakui secara nasional maupun lnternasional dan dituangkan dalam peta pelayaran dunia serta kawasannya dibebaskan dari aktivitas kelautan lainnya. Untuk itu perlu di alokasikan kawasan tertentu guna difungsikan sebagai alur pelayaran yang terbebas dari segala aktivitas kelautan serta memenuhi persyaratan ukuran dan jumlah kapal yang melewati guna kelancaran dan keselamatan berlayar serta effisien dalam penyelenggraannya.


Penentuan dan pengaturan alur pelayaran seperti di laut, sungai, danau serta penyelenggaraannya dan juga pengaturan sistem rute dan tata cara berlalu lintas perlu diprogramkan guna kelancaran dan keselamatan berlayar disamping mengatur masalah bangunan atau instalasi di perairan khususnya di alur pelayaran. Penetapan sistem rute dan tata cara berlalu lintas didasarkan kepada

PEMANFAATAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI

Tuntutan terhadap jasa transportasi laut yang cepat, tepat, aman, nyaman, teratur dan terjangkau oleh para pengguna jasa semakin meningkat namun hal tersebut kurang diimbangi oleh pemberian pelayanan yang layak dari aparat yang bekerja dilapangan. Peranan jasa transportasi laut yang effisien dan effektif sangat dominan dalam memperlancar arus barang maupun penumpang dan oleh karena itu perlu diperhatikan keseimbangan dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana transportasi laut.

Melalui perpaduan unsur teknologi dan informasi yang cukup canggih akan mampu menghadirkan peralatan kenavigasian bukan hanya sekedar alat pengaman dan komunikasi namun dapat juga sebagai alat transmisi data. Bagi para pengguna jasa yang mobilitasnya tinggi hal ini sangat membantu dan dengan adanya perkembangan teknologi dimana masalah jarak dan tarif sudah bukan merupakan penghalang.

Teknologi dan informasi dapat memberi peluang kepada pengguna jasa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik yang dampak lanjutnya akan meningkatkan kelancaran transportasi laut. Perkembangan demi perkembangan sangat diharapkan dari teknologi dan informasi seperti munculnya AIS ataupun VTIS yang akan memudahkan kegiatan pengamatan laut dalam memantau keamanan dan keselamatan laut. Konvergensi teknologi merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan harus dapat diakomodsikan serta dimanfaatkan dan ditanggapi secara positif dalam bentuk penyesuaian maupun peningkatan menejemen dan peralatan serta SDM.
lnternasional Maritime Organization (IMO) dan Savety of Life at Sea (SOLAS) chapter V regulation 19 tentang implementasi Automatic ldentification System (AIS) menetapkan setiap kapal harus dilengkapi oleh peralatan AIS. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui identitas dan posisi kapal serta dapat menuntun kapal apabila terjadi kondisi darurat (emergency).

Sejalan dengan ketentuan tersebut peralatan AIS dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan dan mengatur cara berlalu-lintas di alur pelayaran maupun di lingkungan pelabuhan serta di daerah perairan perbatasan ataupun wilayah terpencil dalam rangka mendukung sistem keamanan dan keselamatan pelayaran. Hal ini dilakukan dengan menempatkan peralatan AIS tersebut pada lokasi tertentu yang dinilai strategis sebagai fungsi SBNP.

KESIMPULAN

Dalam rangka mewujudkan Keselamatan Pelayaran maka fungsi kegiatan Kenavigasian yang meliputi kegiatan yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Telekomunikasi Pelayaran (Telkompel), Hidrografi, Alur dan Pelintasan, Bangunan atau lnstalasi, Pemanduan, penanganan kerangka kapal dan Salvage, dan atau Pekerjaan Bawah Air (PBA) untuk kepentingan Keselamatan Pelayaran serta harus didukung dengan seperangkat hukum yang memadai

Untuk menjamin kepentingan Nasional di perairan maka semua fungsi keselamatan pelayaran harus dapat berjalan dengan tertib, terarah dan mempunyai landasan hukum yang mantap
Kecenderungan masing-masing instansi menerbitkan produk hukum yang tidak terintegrasi yang mengakibatkan terjadi kesimpang-siuran dan tumpang tindih dalam melaksanakan pemanfaatan laut

Bahwa sesungguhnya penetapa alur pelayaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tata ruang Nasionap secara keseluruhan khususnya di perairan sehingga merupakan satu dimensi yang tidak terpisahkan dari dimensi-dimensi yang lain yang membentuk tataruang nasional.
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan
Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Kapal Perang adalah kapal Tentara Nasional Indonesia yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya.
Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda.
Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal.
Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan-pelayaran.
Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran, dan informasi kepada Nakhoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar navigasi-pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi keselamatan kapal dan lingkungan.
Perairan Wajib Pandu adalah wilayah perairan yang karena kondisi perairannya mewajibkan dilakukan pemanduan kepada kapal yang melayarinya.
Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal.
Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air.