Pendidikan Akademis Pelaut dan Hirarki di Kapal
Pada tahun 1957, Presiden RI pertama, Soekarno, meresmikan Akademi Pelayaran Indonesia/AIP (sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) sebagai wadah pendidikan pelaut/pelayaran secara akademis. Masa pendidikannya pada awal pertama adalah selama 3 tahun, sama dengan pendidikan Akademi lainnya setingkat dengan sarjana muda pada masa itu. Pendidikan dihabiskan selama 2 tahun di kampus/asrama dan 1 tahun penuh melakukan praktek atau Proyek Laut di kapal-kapal niaga pelayaran samudra .
AIP
Pendidikan di AIP menggunakan gaya semi militer, karena memang taruna-taruna AIP adalah merupakan perwira cadangan angkatan laut. Sejak didirikan sampai kira-kira tahun 1985, hampir semua lulusan AIP terkena wajib militer dan bertugas di kapal-kapal perang RI dengan pangkat perwira muda Letda Angkatan Laut. Begitu juga pada awalnya semua taruna AIP mendapat ikatan dinas untuk menutupi kurangnya perwira laut pelayaran niaga Indonesia, yang dahulu sebagian besar masih di nakhodai oleh perwira laut Belanda. Pendidikan pelayaran di AIP banyak dipengaruhi oleh sistim pendidikan Akademi Pelayaran Belanda maupun Kingspoint Academy Amerika Serikat, karena memang hampir tiap tahunnya sebagian Taruna pilihan serta para pendidik di kirim ke luar negeri untuk tugas belajar.
BPLP di Semarang dan Makassar
Hingga dekade 70-80an menyusul berdirinya beberapa Pendidikan Pelayaran Negeri di Semarang dan Makassar dengan nama Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran sebagai Crash Program memenuhi kebutuhan perwira pelayaran niaga di Indonesia. Sekarang kedua lembaga pendidikan tersebut diberi nama Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang (PIP Semarang)dan Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar (PIP Makassar), yang memiliki kurikulum dan standar yang sama dengan STIP Jakarta. Penerimaan mahasiswa atau dikenal Taruna dilakukan satu pintu melalui Badan Diklat Perhubungan Departeman Perhubungan. Lulusan mendapatkan ijazah formal Diploma IV dengan gelar S.ST dan memiliki ijazah profesi ANT / ATT III.
Masa kejayaan pelaut Indonesia mulai sirna sejak musibah besar nasional terjadi pada tahun 1980 dengan tenggelamnya kapal KMP Tampomas II. Menyusul pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan Scrapping/Pembesi tua-an kapal-kapal yang berumur lebih dari 20 tahun, dampaknya perusahaan pelayaran nasional banyak yang gulung tikar dan tidak tertampungnya lulusan pelaut di tiga pendidikan akademi disamping Akademi dan sekolah pelayaran swasta yang lainnya.
STIP
Pada akhirnya dunia pelayaran di Indonesia mengakhiri masa krisisnya pada awal-awal tahun 90-an hingga sekarang. Sejak tahun 1998-2009, Indonesia sudah mempunyai Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran setara sarjana dengan beban studi 160 sks dengan gelar S.ST (Sarjana Sain Terapan). Jadi lulusan STIP boleh melanjutkan program S2 dan seterusnya disamping ijazah keahlian lainnya yang kalau dijumlahkan kurang lebih ada 10 sertifikat dan berstandard internasional karena memang sekarang seluruh Taruna di STIP wajib menggunakan bahasa Inggris.[2]
Anak Buah Kapal
Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian. Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran.
Hierarki Awak Kapal
Terbagi menjadi Departemen Dek dan Departemen Mesin, selain terbagi menjadi perwira/Officer dan bawahan/Rating.
Perwira Departemen Dek
Kapten/Nakhoda/Master adalah pimpinan dan penanggung jawab pelayaran
Mualim I/Chief Officer/Chief Mate bertugas pengatur muatan, persediaan air tawar dan sebagai pengatur arah navigasi
Mualim 2/Second Officer/Second Mate bertugas membuat jalur/route peta pelayaran yg akan di lakukan dan pengatur arah navigasi.
Mualim 3/Third Officer/Third Mate bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua alat alat keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi.
Markonis/Radio Officer/Spark bertugas sebagai operator radio/komunikasi serta bertanggung jawab menjaga keselamatan kapal dari marabahaya baik itu yg di timbulkan dari alam seperti badai, ada kapal tenggelam, dll.[3]
Perwira Departemen Mesin :
KKM (Kepala Kamar Mesin)/Chief Engineer, pimpinan dan penanggung jawab atas semua mesin yang ada di kapal baik itu mesin induk, mesin bantu, mesin pompa, mesin crane, mesin sekoci, mesin kemudi, mesin freezer, dll.
Masinis 1/First Engineer bertanggung jawab atas mesin induk
Masinis 2/Second Engineer bertanggung jawab atas semua mesin bantu.
Masinis 3/Third Enginer bertanggung jawab atas semua mesin pompa.
Juru Listrik/Electrician bertanggung jawab atas semua mesin yang menggunakan tenaga listrik dan seluruh tenaga cadangan.
Juru minyak/Oiler pembantu para Masinis/Engineer
Ratings atau bawahan
Bagian dek:
Boatswain atau Bosun atau Serang (Kepala kerja bawahan)
Able Bodied Seaman (AB) atau Jurumudi
Ordinary Seaman (OS) atau Kelasi atau Sailor
Pumpman atau Juru Pompa, khusus kapal-kapal tanker (kapal pengangkut cairan)
Bagian mesin:
Mandor (Kepala Kerja Oiler dan Wiper)
Fitter atau Juru Las
Oiler atau Juru Minyak
Wiper
Bagian Permakanan:
Juru masak/ cook bertanggung jawab atas segala makanan, baik itu memasak, pengaturan menu makanan, dan persediaan makanan.
Mess boy / pembantu bertugas membantu Juru masak
Sertifikat pelayaran
Saat ini untuk menjadi pelaut, seseorang harus memiliki ijazah-ijazah yang diperlukan, hal ini menyebabkan tumbuhnya sekolah-sekolah pelayaran mulai dari tingkat SLTA sampai ke perguruan tinggi. Yang mana dengan Tingkatan sebagai berikut :
lulusan SLTP dapat melanjutkan ke Sekolah Kejuruan Pelayaran (Setarap SLTA) dengan Sistim Pendidikan 3 Tahun Belajar teori 1 tahun Praktek Berlayar (PROLA) yang mana lulusan dari SKP ini mendapatkan IJasah setara SLTA dan ANT IV.
Ijazah PelautIjazah bagi pelaut (perwira) di Indonesia terbagi atas ijazah dek dan ijazah mesin.
Ijazah Dek
Ijazah Dek dari yang tertinggi adalah:
Ahli Nautika Tingkat I (ANT I) ; dulu Pelayaran Besar I (PB I), dapat menjabat Nakhoda kapal dengan tak terbatas berat kapal dan alur pelayaran
Ahli Nautika Tingkat II (ANT II) ; dulu Pelayaran Besar II (PB II), dapat menjabat:
Mualim I/Chief Officer tak terbatas berat kapal dan pelayaran;
Nakhoda/Master pada kapal kurang dari 5000 ton dengan pelayaran tak terbatas
Nakhoda/Master kapal kurang dari 7500 ton daerah pantai dan harus pengalaman sebagai Mualim I selama 2 tahun
Ahli Nautika Tingkat III (ANT III) ; dulu Pelayaran Besar III (PB III), dapat menjabat: Mualim I/Chief Officer max 3000 DWT
Ahli Nautika Tingkat IV (ANT IV) ; dulu Mualim Pelayaran Intersuler (MPI): Perwira kapal-kapal antar pulau
Ahli Nautika Tingkat V (ANT V) ; dulu Mualim Pelayaran Terbatas (MPT): Perwira kapal-kapal kecil antar pulau
Ahli Nautika Tingkat Dasar (ANT D)
Ijazah Mesin
Ijazah Mesin dari yang tertinggi adalah:
Ahli Teknik Tingkat I (ATT I) ; dulu Ahli Mesin Kapal C (AMK C): Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer kapal tak terbatas
Ahli Teknik Tingkat II (ATT II) ; dulu Ahli Mesin Kapal B (AMK B), dapat menjabat:
Masinis I/Second Engineer kapal tak terbatas
Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW, pelayaran tak terbatas
Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin tak terbatas, pelayaran daerah pantai
Ahli Teknik Tingkat III (ATT III) ; dulu Ahli mesin Kapal A (AMK A), dapat menjabat:
Perwira Jaga (tak terbatas)
Masinis I/Second Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW, pelayaran tak terbatas
Kepala Kamar Mesin/Chief Engineer dengan tenaga mesin kurang dari 3000 KW daerah pantai harus pengalaman 2 tahun sebagai Masinis I
Ahli Teknik Tingkat IV (ATT IV) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Intersuler (AMKPI): Masinis kapal-kapal antar pulau
Ahli Teknik Tingkat V (ATT V) ; dulu Ahli Mesin Kapal Pelayaran Terbatas (AMKPT): Masinis Kapal-kapal kecil antar pulau
Ahli Teknik Tingkat Dasar (ATT D)
Sertifikat ketrampilan
Sertifikat ketrampilan ini merupakan sertifikat yang wajib dimiliki oleh para pelaut di samping sertifikat formal di atas. Diantaranya adalah:
Basic Safety Training (BST)/Pelatihan Keselamatan Dasar
Advanced Fire Fighting (AFF)
Survival Craft & Rescue Boats (SCRB)
Medical First Aid (MFA)
Medical Care (MC)
Tanker Familiarization (TF)
Oil Tanker Training (OT)
Chemical Tanker Training (CTT)
Liquified Gas Tanker Training (LGT)
Radar Simulator (RS)
ARPA Simulator (AS)
Operator Radio Umum (ORU) / GMDSS[4]
Referensi
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. ISBN 979-407-182-X.
^ http://www.indocrews.com/goto/modules.php?name=News&file=article&sid=1
^ Namun pada awal tahun 1990-an posisi markonis ini terancam dengan adanya peralatan komunikasi yang sangat modern yaitu dengan menggunakan system INMARSAT (International Maritime Satelit) dan GMDSS (Global Maritime Distress Safety System). Komunikasi dengan menggunakan INMARSAT lebih cepat, tepat dan akurat karena menggunakan sistem satelit pengiriman berita bisa lewat e-mail, ataupun telephone secara langsung. Banyak perusahaan pelayaran tidak mempekerjakan seorang markonis di atas kapal, karena para Mualim dan Kapten juga di perbolehkan mengoperasikan peralatan INMARSAT dan GMDSS dengan ketentuan sertifikasi yang layak untuk menggantikan posisi marconist.Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada para ex markonis / operator radio untuk mengambil ijazah Mualim III / ANT III (Deck Departement), akan tetapi tidak semua ex markonis tersebut dapat mengikuti pendidikan untuk mengambil ijazah ANT III tersebut dengan alasan sebagai berikut :
Untuk para operator radio yang sudah lanjut usia.
Biaya untuk mengambil ijazah ANT III tersebut sangat mahal.
Lama pendidikan di tambah praktek kerja laut.
^ http://stipjakarta.ac.id/shortcourse/
SOURC : http://id.wikipedia.org/wiki/Pelaut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar