Upah Minimum Pelaut

Mengapa pelaut kita membutuhkan standar upah minimum tersendiri? Apakah pantas mereka mendapatkannya?

Kondisi Kerja Pelaut

Menurut International Transportworkers’ Federation (ITF), kerja pelaut sangat berat dan karenanya memerlukan kondisi kerja yang berlainan dengan pekerja sektor lainnya. Kapal layaknya satu pabrik. Tapi ia bergerak terus mengarungi samudera dengan menembus badai, menerjang ombak dan kadang dihadang gerombolan perompak (pirate). Pekerja di atasnya tentulah akan sangat terpengaruh dengan kondisi tersebut, baik fisik maupun mental.

Kalau sudah berhadapan dengan badai atau ombak yang menggunung, pilihan yang tersedia hanya dua, meninggal atau selamat. Pekerja di darat juga tidak luput dari kecelakaan, tapi peluang kematian masih juah lebih kecil dibanding pelaut.

Kini, dengan makin canggihnya teknologi di atas kapal yang berujung pada makin sedikitnya jumlah pelaut yang dibutuhkan untuk mengawakinya, beban itu makin bertambah. Jika sebelumnya seorang pelaut mengurusi satu pekerjaan tertentu, ia sekarang harus bisa mengerjakan pekerjaan lain dalam waktu hampir bersamaan. Kelelahan luar biasa merupakan dampak yang tidak dapat dihindari oleh pelaut.

Keadaan akan makin parah jika ia bekerja di atas kapal berbendera kemudahan (flag of convenience/FOC). Di kapal ini mereka dipekerjakan dengan sangat berat tapi dengan gaji yang sangat minim, malah ada yang tidak mendapat bayaran sama sekali. Menurut organisasi yang bermarkas di London itu, negara yang termasuk kelompok FOC adalah, antara lain, Antigua and Barbuda, Bahamas, Barbados, Liberia dan Perancis (second register).

Kalau pun pelaut mendapat waktu istirahat, saat seperti itu tidak terlalu banyak memberi dampak kepada mereka. Pasalnya, tempat istirahat masih di lokasi yang sama dengan tempat bekerja. Inilah faktor yang memengaruhi kondisi mental tadi. Jika pun mereka turun ke darat waktu yang tersedia tidak cukup untuk bersantai dengan cara yang normal. Pelaut biasanya berada di satu pelabuhan paling lama tiga hari selanjutnya berlayar.

Upah Minimum Pelaut

Memahami kondisi kerja pelaut selama masa kerjanya di atas kapal meyakinkan kita bahwa mereka memang layak mendapat sedikit keistimewaan dibanding pekerja sektor lainnya. Lantas, berapa upah minimum untuk seorang pelaut?

Saat ini pelaut Indonesia digaji oleh pemilik kapal sedikit di atas upah minimum provinsi (UMP). Dengan pola penggajian ini seorang Nahkoda di kapal Indonesia akan bergaji kurang-lebih Rp 3,5 juta per bulan. Sementara, jika ia bekerja di Singapura akan mendapat US$ 2.000 ditambah premi per bulan US$ 200.

ITF telah memberikan standar untuk pengupahan pelaut, yakni US$ 1.500. Nominal ini diberikan untuk pelaut dengan pangkat perwira sementara untuk pangkat terendah atau AB (able-bodied seamen) berkisar antara US$ 500 dan US$ 600. Di samping upah minimum para pelaut harus juga dilindungi oleh asuransi. Besarnya sangat tergantung dengan pangkat mereka.

Kepangkatan pelaut terbagi dalam dua kelompok: rating dan officer. Yang pertama adalah seluruh jabatan di bawah officer, AB masuk dalam kelompok ini, sementara yang kedua adalah kepala dari berbagai departemen yang ada di atas kapal seperti dek/anjungan, mesin dan lain. Nahkoda tidak termasuk dalam jajaran ini; ia mewakili negara bendera (flag state) sehingga ia dapat bertindak sebagai pembuat akte kelahiran, surat keterangan kematian, perkawinan dan sebagainya.

Apakah pemilik kapal Indonesia akan mampu memenuhi upah minimum pelaut itu? Sebetulnya bisa sejauh diberi kemudahan oleh pemerintah dan kalangan lembaga keuangan dalam aspek pajak, kemudahan mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah dan lain sebagainya. Saat ini pemilik kapal masih dikenai suku bunga yang sangat tinggi oleh kalangan perbankan dalam negeri, jauh di atas tingkat suku bunga rata-rata yang dikenakan oleh perbankan Singapura atas perusahaan pelayaran di sana, yakni antara 7-8 persen per tahun.

Jika standar upah minimum untuk pelaut bisa diterapkan, profesi pelaut akan dilirik dan menjadi pilihan generasi muda Indonesia yang saat ini masih banyak yang menganggur. Mereka akan melihat pekerjaan ini cukup menjanjikan karena gajinya lumayan besar. Jika generasi muda kita berbondong-bondong menjadi pelaut, Indonesia akan menjadi negara maritim yang betul-betul punya jatidiri yang bisa dibanggakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar